Sunday, January 17, 2016

Even after all these years... (Chapter 1)



Apa yang kulakukan di sini ? Apa aku benar-benar harus masuk ?

Sapai detik terakhirpun sebenarnya aku masih ragu untuk masuk ke dalam. Entah sudah berapa lama aku mematung di depan restoran ini. Aku menarik napas dalam-dalam, kemudian menghebuskannya perlahan, berkata dalam hati, tenanglah Natsumi-chan, mereka sudah berubah.

Begitupula denganmu.


Hari sudah gelap. Sudah waktunya. Aku melihat-lihat ke sekitar, memastikan bahwa memang inilah tempat yang dijanjikan. Di depan pintu masuk, tepat di sebelah kanan tempat ku berdiri, terdapat papan berlampu yang menunjukan nama restoran ini. Kubaca nama restoran itu beberapa kali. Hmm, ya kurasa inilah tempatnya. Restoran Yakiniku sederhana di pinggiran Ginza.

18 tahun aku tinggal di Tokyo, dan aku mengenal Ginza seperti aku mengenal sudut-sudut rumahku sendiri, tapi aku tidak pernah tahu ada restoran yakiniku seperti ini di Ginza. Apa tempat ini baru dibuka setelah aku meninggalkan Tokyo ? Hmm, kurasa tidak, tempat ini terlihat terlalu tua untuk restoran yang baru dibuka lima tahun terakhir. Bukan hanya eksterior-nya yang terlihat tua, tetapi lokasinyapun bukanlah lokasi yang strategis untuk membuka sebuah restoran. Untuk sampai ke tempai ini saja aku harus melewati gang-gang kecil di antara gedung-gedung di pusat Ginza. Sampai akhirnya, tibalah aku di kompleks pertokoan yang jauh dari hiruk pikuk Ginza ini.

Aku cukup terkejut Ginza masih punya sisi tenang seperti ini. Selain restoran yakiniku tempatku sekarang berdiri, di kompeks pertokoan ini juga terdapat Izakaya tempat orang minum-minum setelah bekerja seharian, sushi bar yang juga terlihat masih bernuansa tradisional, sampai tempat pachinko yang mulai kehilangan penggunjung. Dan kesemua tempat itu menggambarkan keadaan yang sama, tua, sederhana, sepi, tetapi terasa tenang dan nyaman. Seperti menutup diri dari pesatnya perkembangan Ginza. Seperti tidak ingin berbaur dalam hiruk-pikuk kota yang mengancam zona nyaman dalam dirinya. Seperti diriku yang dulu.

Aku penasaran siapa yang menemukan tempat ini dan memilihnya sebagai tempat reuni kami malam ini.

Seminggu yang lalu sebuah surat sampai ke rumahku. Sebuah surat yang di bagian depannya bertuliskan; untuk Natsumi … Sebuah undangan reuni SMA … untukku.

Aku mengernyitkan dahi tdak mengerti. Kenapa mereka mengirimkan undangan reuni ini tepat di hari pertama ku menginjakan kaki di Tokyo? Kukira mereka sudah pernah mengadakannya. Atau, tidak bisakah mereka mengadakannya setelah aku kembali ke Jakarta? Aku menghela napas. Sungguh sebuah kebetulan yang tidak diharapkan.

Setelah lima tahun di Jakara untuk kuliah sampai bekerja tanpa pulang, kupikir sebaiknya aku pulang pada liburan kali ini. Rasanya rindu juga dengan rumah. Sebenarnya, aku tidak punya rencana apapun untuk menghabisakan liburanku. Aku hanya ingin di rumah, bersantai, dan mungkin sesekali mengunjungi tempa-tempat yang dulu sering kukunjungi.

Selama di Jakarta aku tidak pernah berhubungan dengan teman-temanku di Tokyo. Baiklah, kuakui aku memang tidak memiliki banyak teman saat sekolah dulu. Aku bukanlah orang yang pandai bergaul dengan teman sekelasku. Mereka mengatakan bahwa aku terlalu tertutup. Mereka tidak menjauhiku, hanya saja mereka juga tidak mendekatiku. Saat itu mungkin yang benar-benar bisa kuanggap sebagai teman dekat hanya satu orang. Airi.

Dan hal itulah yang membuatku ragu untuk datang ke reuni malam ini; hubunganku dengan teman-teman sekelas. Dan Airi. Ohiya, masih ada satu lagi. Dia.

Bahkan sampai pagi inipun, sebenarnya aku masih enggan untuk datang. Kalau saja ibu tidak memintaku untuk datang –dengan alasa-alasnnya yang tidak bisa kusangkal, mungkin aku tidak akan sampai ke restoran yakiniku ini.

“Kau akan datang ke reuni malam ini, kan ?’ Tanya ibuku sambil menyiapkan sarapan di meja makan.

“Sepertinya tidak, ibu tahu kan hubunganku dengan mereka tidak terlalu baik,” jawabku sambil bertopang dagu di meja makan.

Ibu menggeser kursi lalu duduk di hadapanku, “bukankah kau pernah bilang, kau sudah berubah? kau juga bilang, kau sudah belajar tentang hal ini saat di Indonesia.” Ia tersenyum, “bagaimana jika memulainya lagi dari awal?”

Ya, ibu benar. Saat di Jakarta aku belajar banyak tentang pentingnya suatu hubungan, tentang kepedulian, juga tentang betapa menyenangkannya memiliki banyak teman. Semuanya kupelajari dari orang-orang Indonesia yang terkenal karena keramahannya. Dan ya, kuakui mereka memang benar-benar baik.

Saat awal kuliah di Jakarta, banyak hal yang tidak kuketahui tentang Indonesia. Tetapi teman-teman sekelasku dengan senang hati memberitahuku banyak hal tentang Indenesia, mulai dari hal yang penting, sampai yang konyol. Bahkan mereka dengan senang hati membantuku tanpa diminta ketika mereka tahu aku dalam kesulitan.

Seperti kata mereka, kebaikan itu menular. Semakin banyak aku menerima kebaikn dari mereka, semakin membuatku ingin melakukan hal yang sama. Hingga akhirnya aku mulai membuka dairi dan mengerti betapa pentingnya sebuah hubungan. Jadi kurasa ibu benar, tidak ada salahnya jika aku juga memperbaiki hubungan dengan teman-temanku di sini.

Baiklah, kurasa aku siap masuk ke dalam.

Untuk terakhir kalinya, kuyakinkan diriku bahwa semuanya telah berubah. Tidak ada yang istimewa dari hari ini. Ini hanya sebuah reuni SMA, begitu ini berakhir semua akan kembali seperti semula. Aku hanya perlu masuk ke dalam dan semua akan baik-baik saja. Jika aku mulai merasa tidak nyaman, aku tinggal mencari alasan untuk meninggalkan tempat ini. Hmm... apa sebaiknya aku menyiapkan alasa itu sebelum masuk ke dalam ya? Oh tidak tidak. Bukan begitu Natsumi-chan. Kau datang ke sini bukan untuk itu. Kau ke sini untuk memperbaiki hubunganmu dengan mereka.

Sekali lagi, kutarik napas dalam-dalam, kemudian kuhembuskan perlahan.

Hanya butuh dua langkah kecil, aku sudah benar-benar berada di depan pintu masuk restoran itu. Kuraih pegangan pintu dari kayu itu. Tetapi, sebelum aku benar-benar membukanya, pintu itu sudah bergeser dengan sendirinya. Seseorang membukannya dari dalam.

Untuk beberapa saat orang itu terdiam di seberang pintu. Sepertinya aku menghalangi jalan keluarnya.

“Oh, Natsumi-chan ya.” Suara itu terdengar datar.

Ehh, tunggu dulu, dia mengenalku?

Kuperhatikan orang yang berada di depanku itu. Ia seorang pria bertubuh tinggi dan tegap. Aku tidak dapat memperkirakan apakah ia bertubuh kurus atau gemuk, karena tubuhnya dibalut jaket tebal berwarna hitam, lengkap dengan syal yang sangat cocok dikenakan pada musim dingin seperti sekarang ini. Rambutnya hitam dan agak panjang, tetapi belum termasuk gondrong. Mata hitam pekatnya dipayungi alis yang tebal dan sama hitamnya. Dan tatapan itu terlihat tenang, juga menenagkan.

“Daichi-kun.”

Daichi. Salah seorang teman sekelasku dulu. Ohiya dia penyebab lainnya mengapa aku enggan untuk datang. Dia juga yang membuatku membulatkan tekad untuk terbang sejauh ini meninggalkan Jepang menuju Indonesia.

“Emm kau mau masuk ke dalam kan?” tanya Daichi. “Karena… Sepertinya kau menghalangi pintunya.”

Suaranya menyadarkanku dari lamunanku. “Ehh, maaf.” Dengan cepat aku bergeser sedikit untuk memberinya jalan keluar.

“Baiklah.” Daichi melangkah melewatiku, kemudian sedikit menengok ke belakang, “Sampai jumpa.”

Ehh, apa? Di bilang apa barusan? Sampai jumpa? Apa aku salah dengar? Dia tidak mengatakan ‘mata ne.’ Tetapi ‘Sampai jumpa.’ SAMPAI JUMPA. Ya, dalam Bahasa Indonesia.

Seperti waktu itu.

Daichi-kun?


Bersambung.




*****

Pada awalnya cerita ini saya buat sebagai syarat pendaftaran masuk ke salah satu forum kepenulisan. Namun pada akhirnya cerita ini tidak terselesaikan tepat waktu dan terlupakan di tumpukan dokumen di laptop saya. Beberapa waktu lalu saya terpikir untuk memposting tulisan ini dan menjadikannya project cerita bersambung.Tulisan ini adalah tulisan fiksi lainnya yang saya gunakan (masih) sebagai sarana pembelajaran dan pelatihan saya untuk menulis cerita fiksi. Jadi saya sangat-sangat membutuhkan masukan-masukan dari teman-teman pembaca sekalian :).
Saya harap respon teman-teman pembaca utuk cerita kali ini baik. Karena saya berencana membuat lanjutan cerita yang satu ini :).

Ohiya belakangan juga saya jadi terpikir untuk menggunakan wattpad, sepertinya menarik. Semoga bisa ketemu banyak orang juga di wattpad hehehe.

Sekali lagi, Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca cerita ini, saya sangat menghargainya :).



David Rohadi.

THANKS

2 comments:

  1. belum kerasa konfliknya
    mungkin pembukaan y namanya juga baru chapter pertama
    kayaknya yg nulis tw tentang jepang nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga di chapter2 berikutnya makin terasa konfliknya :).
      Saya sih cuma sekedar suka Jepang ada hehehe.
      Btw makasih banget udah mau baca, bahkan ninggalin masukan :).
      Sakali lagi, thank you :).

      Delete