Cerita sebelumnya : http://jkt48.com/blog/viny/?p=228
Aku belajar untuk mengenalnya sedikit demi sedikit.
Ternyata dia gadis yang banyak bicara ya. Mendengarnya
bercerita tentang dirinya dengan sangat antusias, ternyata rasanya sangat
menyenangkan. Mungkin aku akan dengan senang hati melakukan hal ini seharian
penuh, duduk di kafe, menatapnya, kemudian hanya medengarkannya bercerita. Ya,
sejak tadi aku memang lebih banyak mendengarkannya bercerita dan sesekali
menimpalinya.
Tapi, tunggu dulu, jangan-jangan aku malah membuatnya bosan ?
Jangan-jangan kesan pertamanya terhadapku buruk ? Jika benar seperti itu, apa
dia akan menerima tawaran untuk pergi bersamaku lagi ?
Kuakui, sebenarnya aku juga ingin bercerita banyak tentang
diriku. Hanya saja aku terlalu gugup.
Dia melihat jam tangan di tangan kirinya. Kemudian aku juga bertanya tanya, sudah jam berapa sekarang ? Sudah berapa lama kami di sini ?
Waktu yang menyenangkan berlalu dengan cepat. Setidaknya
waktu yang menyenagkan untukku. Dan kuharap, ia juga berpikir seperti itu. Kami
bangkit dari kursi, hendak keluar dari kafe dan berpisah. Sampai sedetik
kemudain, kami baru menyadari lebatnya hujan di luar kafe. Siapa sangkan hujan
bisa turun selebat ini di tengah musim panas. Bahkan aku masih ingat betul
panasnya cuaca ketika aku memasuki kafe siang tadi.
Mau tak mau kami kembali duduk di kursi kami. Menunggu hujan
berhenti. Melanjutkan obrolan menyenangkan yang sejak tadipun tak tentu ke mana
arahnya. Seandainya bisa, kuharap hujan ini tak pernah berhenti.
Tadinya aku pikir rasanya aneh sekali jatuh cinta dengan
orang yang tidak aku kenal. Tetapi, setelah aku sedikit lebih mengenalnya, apa
aku boleh jatuh cinta ?
Baiklah, jika benar aku jatuh cinta padanya, lalu apa ? Sekarang
apa yang harus kulakukan ? Apa aku harus mengutarakn perasaanku padanya ?
Tidak. Tidak. Setidaknya, tidak untuk saat ini. Tidak untuk
pertemuan pertama kita ini. Kau pikir dia akan menerima perasaanmu pada
pertemuan pertama ? Bodohnya aku. Yang ada dia malah akan menanggapku pria yang
aneh. Bahkan mungkin selanjutnya dia
akan menjauhiku.
Untuk saat ini, biarlah seperti ini dulu.
Pukul 5 sore, di keadaan yang kuharap bertahan selamanya.
Kali ini kami benar-benar harus berpisah. Hujan muali
berhenti dan hanya menyisakan rintik lembut yang akan menganatar perjalanan
pulang kami. Kami keluar dari kafe dan berniat berjalan bersama sampai halte
terdekat.
Aku berjalan di sampingnya sambli sesekali memperhatikan
dirinya. Dia terlihat lucu sekali ketika berjalan menghindari genangan air
dengan lompatan-lompatan kecil. Dan wajah cemberutnya ketika menggerutukan
rambutnya yang mulai basah karena rintik hujanpun terlihat lucu.
Kami sampai di halte tujuan. Dari sini kami akan menaiki bus
yang berbeda untuk sampai ke rumah kami masing-masing. Astaga, hari yang kutunggu-tunggu
hanya berakhir seperti ini, sederhana dan berlalu dengan cepet. Tapi, kurasa
aku tidak dapat menyembunyikan betapa senangnya aku hari ini.
“Kau tahu,
hari ini aku merasa senang sekali bisa menghabisakan waktu bersamamu.”
Dia tidak mengatakan apapun, hanya tersenyum padaku. Sebuah
senyum yang kuyakin mengekspresikan perasaan senang yang sama seperti yang kurasakan.
Atau lebih tepatnya, kuharap begitu.
“Hey,
mungkin kita bisa melakukan hal ini lagi lain kali kali,” kataku
memberikan tawaran.
Tiba-tiba aku melihat perubahan pada ekspresi wajahnya,
senyumnya memudar. Dia tampak tidak yakin. “Entahlah,
mungkin ini yang terakhir, karena minggu depan aku sudah harus pindah ke luar
kota untuk melanjutkan studiku di sana.”
Apa ? Dia bilang apa ? Dia akan pindah ke luar kota ? Aku
mendengarnya berkata seperti itu. Hanya saja, aku tidak ingin menerimanya.
Bukankah kami baru saja saling mengenal ? Jadi ini benar-benar perpisahan ya ?
Aku tidak tahu harus berkata apa. Rasanya, aku tidak siap
untuk perpisahan ini. Seketika pikiranku kembali ke tiga tahun selama aku
memperhatiaknnya. Aku kambali teringat hari di mana untuk pertama kalinya aku
mengetahui namanya. Hari di mana kata ‘Halo’
membutuhkan kumpulan keberanian selama tiga tahun. Sampai hari yang
kutunggu-tunggu, ya, hari ini. Bahkan aku mengingat hal-hal kecil tentangya, senandungnya
di kafe, hobi membacanya, sampai judul buku yang sedang dibacanya.
Kemudaian terpikir olehku untuk memberikan sesuatu kepadanya,
untuk tetap terhubung dengan dirinya dengan cara yang aneh, untuk menyentuhnya
lewat hal yang disukainya. Hingga tanpa sadar janji itu terucap dengan sendirinya,
“Suatu hari
nanti aku akan jadi penulis novel, dan saat novelku terbit nanti, kau harus
membacanya, ya.”
Aku dapat melihat dengan jelas sebuah senyum kembali
mengembang di sudut bibirnya. Sebuah senyum manis yang membuatku ingin merubah
jalan hidupku untuk menjadi seorang penulis.
“Hmm, baiklah, aku akan sangat menantikan hari di mana hal itu terjadi.”
Pukul 9
malam, di tengah perjalan baruku.
Dan sekarang, di sini lah aku. Di depan layar komputerku.
Dipusingkan oleh plot-plot hasil imajinasiku sendiri. Sedang berjuang
menyelesaikan novel pertamaku.
Kupikir menjadi penulis itu mudah. Kau hanya perlu menghayal,
berimajinasi, kemudian menuangkannya di atas kertas. Tapi kenyataannya, lihat
aku sekarang, setiap malam dipusingkan dengan tulisan-tulisan ini. Seringkali
dihantam kebuntuan dalam penggalian ide. Berulang kali memperbaiki paragraf yang
awalnya kukira tanpa cela. Tiada malam tanpa membaca dan menulis. Astaga,
rasanya proses ini bisa membuatku gila.
Tapi aku rasa, aku mulai menikmatinya. Ya, menikmati melalui
proses panjang itu. Karena tiap kali aku mulai merasa lelah akan proses itu,
entah bagaimana, aku selalu terbayang senyumnya. Kemudian aku teringat hari
dimana aku berjanji padanya untuk menjadi seorang penulis. Kala mengingat hari
itu, rasanya aku kembali menemukan alasnku berusaha sekeras ini. Dan tiap kali
aku mengingat senyumnya, rasanya seluruh rasa lelahku menguap seketika dan
hanya meninggalkan kesenangan sebagai temanku.
Tadinya kupikir pendirianku lemah sekali, karena dengan
mudahnya merubah jalan hidupku hanya karena senyum seorang gadis. Tetapi aku
salah, ternyata karena senyumnyalah aku menemukan jalan hidupku. Jalan hidup
yang benar-benar kusukai. Jalan hidup yang kutahu akan ada dirinya dan
senyumnya di ujungnya.
David Rohadi
(@rohadidavid)
(@rohadidavid)
***
#AkuLanjutinYa adalah sebuah lanjutan cerita dari cerita seorang blogger bernama Ratu Vienny Fitrilya (Viny). Jadi Viny membuat sebuah cerita singkat di blog pribadinya, dan ia meminta para pembacanya membuat lanjutan dari cerita tersebut versi mereka masing-masing. Saya merasa sangat excited mendengar hal tersebut, dan langsung membuat lanjutan cerita versi saya ini :).
Buat saya pribadi, Viny adalah seorang gadis dengan pikiran yang sangat menarik, dan membaca tulisan, serta mimpi-mimpinya, rasanya sangat menyenangkan. Seorang gadis yang menbuat saya tanpa ragu mengatakan mimpi saya padanya di pertemuan pertama,
"Hai, aku mau jadi penulis loh, nanti kalau novel aku terbit kamu harus baca ya."
Saya harap Viny membaca tulisan saya ini. Dan saya harap Viny menyukainya.
David Rohadi.
@rohadidavid
THANKS.
Sipp gan, semoga sukses jadi penulis ya..
ReplyDeletemampir kesini juga kalau berkenan malutanya.blogspot.com
Barusan mampir ke blognya juga gan dan baca tentang Umbul Sidomukti, kayaknya seru tuh :).
DeleteAamiin. Makasih gan udah mampir, baca, dan ninggalin jejak di Fuwa Fuwa Zone. Dan yang paling penting Makasih banyak buat Doanya :).
Sukses juga ya buat situ :).
Thank you.